Diare ditandai dengan buang air besar berbentuk cair atau setengah padat lebih dari 3 kali sehari. Definisi lain menyebutkan diare sebagai penyakit dimana kandungan air tinja lebih dari 200 gram atau 200 ml per hari. Terkadang, tinja yang dikeluarkan disertai lendir dan darah. Berdasarkan lamanya waktu, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare akut dan kronik. Diare akut terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut dapat menjadi kronik apabila berlangsung lebih dari 14 hari. Penyebab diare sendiri bermacam-macam, misalnya: infeksi usus, kekurangan gizi, keracunan makanan, dan intoleransi laktosa. Dari semuanya itu, infeksi menjadi penyebab tersering.
Diare akut nyatanya cukup sering menyerang anak-anak. Data WHO menyebutkan empat anak meninggal dunia setiap menit akibat diare. Sama seperti negara lain, Indonesia juga masih berkutat dengan masalah diare. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia bahkan menyebutkan diare sebagai penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 pada bayi, serta nomor 5 pada semua umur. Angka kematian akibat diare juga masih tinggi. SKRT tahun 2004 mencatat angka kematian akibat diare mecapai 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita mencapai 75 per 100 ribu balita. Umumnya anak mengalami diare 1,6- 2 kali setiap tahunnya.
Menanggapi hal tersebut, World Health Organization (WHO) mengeluarkan pedoman tatalaksana diare yang baru pada tahun 2005. Pedoman ini pulalah yang kemudian diadaptasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai lima langkah tuntaskan diare (Lintas Diare). Program ini terdiri dari pemberian oralit konsentrasi rendah, pemberianzinc selama 10 hari, pemberian makanan ASI dan MPASI sesuai umur, pemberian antibiotik pada diare berdarah, dan edukasi bagi pengasuh. Dari semuanya itu, ada elemen baru yang dimasukkan oleh WHO, yaitu pemberian zinc.
Mengapa Zinc??
Sejak tahun 1990-an, para peneliti mulai mempelajari pengaruh zinc bagi pengobatan diare. Seperti yang telah diketahui, zinc merupakan mikronutrien yang penting bagi pertumbuhan, perkembangan, maupun sistem imun. Kekurangan zinc dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang, gangguan pengecapan dan penciuman, penekanan sistem imun, buta senja, gangguan memori, maupun gangguan saluran cerna.
Saat mengalami diare, anak kehilangan sejumlah zinc dalam tubuhnya. Padahal, usus membutuhkan zinc untuk perbaikan jaringan mukosa yang rusak, peningkatan absorpsi, serta daya tahan. Untuk itu, peranan zinc sangatlah vital. Lebih dari 300 enzim bekerja dibawah pengaruh zinc, beberapa diantaranya berfungsi untuk memperbaiki pencernaan melalui regenerasi sel. Seiring dengan perbaikan jaringan mukosa, fungsi absorpsi juga meningkat.
Fungsi-fungsi tersebut dibuktikan melalui penelitian selama lebih dari 20 tahun. Pada penelitian tersebut dilakukan penilaian mengenai kerja zinc pada diare akut anak. Pemberian suplemen zinc dilakukan selama episode diare. Hasilnya penambahan zinc dapat mengurangi prevalensi diare sebesar 34%, durasi akut sebesar 20%, dan durasi diare persisten sebesar 24%. Terlebih lagi, kegagalan tatalaksana maupun kematian akibat diare persisten dapat dikurangi hingga 42%. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa zinc dapat mengurangi tingkat keparahan episode diare.
Walaupun diare telah berhenti, pemberian zinc harus tetap dilakukan selama 10 hari. Hal ini berhubungan dengan pertahanan sistem umum. Adanya proteksi profilaktik mampu mencegah diare berulang dalam 2-3 bulan ke depan. Selain itu, insiden pneumonia juga mwenjadi berkurang. Hal ini didukung oleh penelitian Baqui dkk. Mereka memperoleh kesimpulan bahwa pemberian zinc selama 10 hari mampu menurunkan morbiditas dan mortilitas secara signifikan. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh tersebut, Baqui dkk meneliti 8070 pasien diare berusia 3-59 bulan.
Pemberian Zinc dilakukan sekali sehari selama 10 hari berturut-turut. Untuk balita dibawah 6 bulan, disis penggunaanya 1/2 tablet (10 mg) per hari. Sedangkan untuk balita diatas 6 bulan, dosisnya 1 tablet (20 mg) per hari. Saat ini, zinc dapat diperoleh dalam bentuk tablet dispersible. Tablet akan larut dalam waktu 30 detik. Proses pelarutan dilakukan dalam satu sendok makan air atau Air Susu Ibu (ASI). Untuk anak yang lebih besar, pemberian zinc dapat dikunyah.
Efek samping zinc biasanya berupa muntah dan rasa kecap metalik. Namun, hal ini sangat jarang terjadi. Pelarutan yang baik seharusnya dapat menyamarkan rasa kecap metalik tersebut. Untuk menekan risiko pneumonia, pemberian bersamaan dengan suplemen vitamin A dapat sangat membantu.
Walaupun zinc memberikan banyak manfaat pada pengobatan diare, bukan berarti oralit menjadi tidak perlu. Keduanya memiliki tugas yang berbeda. Zinc bertugas memperbaiki mukosa usus, sedangkan oralit bertugas mengganti cairan tubuh yang hilang selama diare. Pemberian oralit hanya diberikan selama episode diare. Oleh karena itu, penggunaan zinc dan oralit menjadi pengobatan yang efektif bagi para penderita diare.
sumber : Media Aesculapius Surat Kabar Kedokteran dan Kesehatan Nasional Edisi November - Desember 2010
Menanggapi hal tersebut, World Health Organization (WHO) mengeluarkan pedoman tatalaksana diare yang baru pada tahun 2005. Pedoman ini pulalah yang kemudian diadaptasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai lima langkah tuntaskan diare (Lintas Diare). Program ini terdiri dari pemberian oralit konsentrasi rendah, pemberianzinc selama 10 hari, pemberian makanan ASI dan MPASI sesuai umur, pemberian antibiotik pada diare berdarah, dan edukasi bagi pengasuh. Dari semuanya itu, ada elemen baru yang dimasukkan oleh WHO, yaitu pemberian zinc.
Mengapa Zinc??
Sejak tahun 1990-an, para peneliti mulai mempelajari pengaruh zinc bagi pengobatan diare. Seperti yang telah diketahui, zinc merupakan mikronutrien yang penting bagi pertumbuhan, perkembangan, maupun sistem imun. Kekurangan zinc dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang, gangguan pengecapan dan penciuman, penekanan sistem imun, buta senja, gangguan memori, maupun gangguan saluran cerna.
Saat mengalami diare, anak kehilangan sejumlah zinc dalam tubuhnya. Padahal, usus membutuhkan zinc untuk perbaikan jaringan mukosa yang rusak, peningkatan absorpsi, serta daya tahan. Untuk itu, peranan zinc sangatlah vital. Lebih dari 300 enzim bekerja dibawah pengaruh zinc, beberapa diantaranya berfungsi untuk memperbaiki pencernaan melalui regenerasi sel. Seiring dengan perbaikan jaringan mukosa, fungsi absorpsi juga meningkat.
Fungsi-fungsi tersebut dibuktikan melalui penelitian selama lebih dari 20 tahun. Pada penelitian tersebut dilakukan penilaian mengenai kerja zinc pada diare akut anak. Pemberian suplemen zinc dilakukan selama episode diare. Hasilnya penambahan zinc dapat mengurangi prevalensi diare sebesar 34%, durasi akut sebesar 20%, dan durasi diare persisten sebesar 24%. Terlebih lagi, kegagalan tatalaksana maupun kematian akibat diare persisten dapat dikurangi hingga 42%. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa zinc dapat mengurangi tingkat keparahan episode diare.
Walaupun diare telah berhenti, pemberian zinc harus tetap dilakukan selama 10 hari. Hal ini berhubungan dengan pertahanan sistem umum. Adanya proteksi profilaktik mampu mencegah diare berulang dalam 2-3 bulan ke depan. Selain itu, insiden pneumonia juga mwenjadi berkurang. Hal ini didukung oleh penelitian Baqui dkk. Mereka memperoleh kesimpulan bahwa pemberian zinc selama 10 hari mampu menurunkan morbiditas dan mortilitas secara signifikan. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh tersebut, Baqui dkk meneliti 8070 pasien diare berusia 3-59 bulan.
Pemberian Zinc dilakukan sekali sehari selama 10 hari berturut-turut. Untuk balita dibawah 6 bulan, disis penggunaanya 1/2 tablet (10 mg) per hari. Sedangkan untuk balita diatas 6 bulan, dosisnya 1 tablet (20 mg) per hari. Saat ini, zinc dapat diperoleh dalam bentuk tablet dispersible. Tablet akan larut dalam waktu 30 detik. Proses pelarutan dilakukan dalam satu sendok makan air atau Air Susu Ibu (ASI). Untuk anak yang lebih besar, pemberian zinc dapat dikunyah.
Efek samping zinc biasanya berupa muntah dan rasa kecap metalik. Namun, hal ini sangat jarang terjadi. Pelarutan yang baik seharusnya dapat menyamarkan rasa kecap metalik tersebut. Untuk menekan risiko pneumonia, pemberian bersamaan dengan suplemen vitamin A dapat sangat membantu.
Walaupun zinc memberikan banyak manfaat pada pengobatan diare, bukan berarti oralit menjadi tidak perlu. Keduanya memiliki tugas yang berbeda. Zinc bertugas memperbaiki mukosa usus, sedangkan oralit bertugas mengganti cairan tubuh yang hilang selama diare. Pemberian oralit hanya diberikan selama episode diare. Oleh karena itu, penggunaan zinc dan oralit menjadi pengobatan yang efektif bagi para penderita diare.
sumber : Media Aesculapius Surat Kabar Kedokteran dan Kesehatan Nasional Edisi November - Desember 2010
0 komentar:
Posting Komentar